Kekaisaran Brasil Império do Brasil | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1822–1889 | |||||||||||||
Semboyan: "Independência ou Morte!" "Merdeka atau Mati!" | |||||||||||||
Lagu kebangsaan: "Hino da Independência" (1822–1831) "Lagu Kemerdekaan" "Hino Nacional Brasileiro" (1831–1889) "Lagu Kebangsaan Brasil" | |||||||||||||
Wilayah terluas Kekaisaran Brasil tahun 1822–1828, termasuk bekas provinsi Cisplatina | |||||||||||||
Status | Kekaisaran | ||||||||||||
Ibu kota | Rio de Janeiro | ||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Portugis | ||||||||||||
Agama | Katolik Roma | ||||||||||||
Pemerintahan | Monarki konstitusional | ||||||||||||
Kaisar | |||||||||||||
• 1822–1831 | Pedro I | ||||||||||||
• 1831–1889 | Pedro II | ||||||||||||
Perdana Menteri | |||||||||||||
• 1843–1844 | Marquês Paraná (de facto) | ||||||||||||
• 1847–1848 | Visconde Caravelas Kedua (jabatan didirikan) | ||||||||||||
• 1889 | Visconde Ouro Preto (terakhir) | ||||||||||||
Legislatif | Majelis Umum | ||||||||||||
Senat | |||||||||||||
Bilik Deputi | |||||||||||||
Era Sejarah | Abad ke-19 | ||||||||||||
7 September 1822 | |||||||||||||
• Pedro I naik takhta | 12 Oktober 1822 | ||||||||||||
• Penetapan konstitusi kekaisaran | 25 Maret 1824 | ||||||||||||
• Pedro II | 7 April 1831 | ||||||||||||
13 Mei 1888 | |||||||||||||
15 November 1889 | |||||||||||||
Penduduk | |||||||||||||
• 1823 | 4.000.000 | ||||||||||||
• 1854 | 7.000.700 | ||||||||||||
• 1872 | 9.930.479 | ||||||||||||
• 1890 | 14.333.915 | ||||||||||||
Mata uang | Real | ||||||||||||
Kode ISO 3166 | BR | ||||||||||||
| |||||||||||||
Kekaisaran Brasil adalah sebuah negara yang berdiri pada abad ke-19 dan meliputi wilayah yang kini merupakan bagian dari Brasil dan Uruguay. Negara ini merupakan monarki konstitusional parlementer representatif yang dipimpin oleh Kaisar Dom Pedro I dan putranya, Dom Pedro II; keduanya merupakan anggota Wangsa Braganza, salah satu cabang Dinasti Kapetia. Awalnya Brasil merupakan koloni Kerajaan Portugal. Wilayah ini kemudian menjadi pusat kedudukan Imperium Portugal pada tahun 1808 dengan Rio de Janeiro sebagai ibu kotanya setelah Dom João VI melarikan diri dari Portugal akibat invasi Napoleon I. João VI nantinya kembali ke Portugal dan meninggalkan putra sulung dan penerusnya, Pedro, di Brasil sebagai wali raja. Pada 7 September 1822, Pedro menyatakan kemerdekaan Brasil dan ia diangkat menjadi Kaisar Brasil pertama pada tanggal 12 Oktober setelah berhasil memenangkan perang melawan Portugal. Negara baru ini sangat besar, tetapi berpenduduk jarang dan memiliki keanekaragaman etnis.
Tidak seperti republik-republik Hispanik di sekelilingnya, Brasil menikmati stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi, serta secara konstitusional menjamin kebebasan berpendapat dan menghormati hak-hak sipil, walaupun terdapat batasan bagi perempuan dan budak, bahkan budak dianggap bukan sebagai warga negara, tetapi sebagai properti. Parlemen Kekaisaran Brasil yang bikameral dan badan legislatif di tingkat provinsi dan lokal dipilih melalui metode yang relatif demokratis pada masa tersebut. Akibatnya, meletus konflik ideologis antara Pedro I dengan faksi di parlemen terkait peran raja dalam pemerintahan. Pedro I juga menghadapi permasalahan lain, seperti kegagalan dalam Perang Cisplatina melawan Provinsi Bersatu Río de la Plata yang mengakibatkan lepasnya salah satu provinsi Brasil (nantinya menjadi Uruguay) pada tahun 1828. Walaupun berperan penting dalam memerdekakan Brasil, Pedro menjadi Raja Portugal pada tahun 1826, tetapi mengundurkan diri untuk memberikan jabatan kepada putri tertuanya. Dua tahun kemudian takhta sang putri diambil alih oleh adik Pedro I. Karena merasa tidak mampu mengurus masalah Brasil dan Portugal secara bersamaan, Pedro I mengundurkan diri dari jabatan Kaisar Brasil pada tanggal 7 April 1831 dan kemudian langsung berangkat ke Eropa untuk mengembalikan putrinya ke takhta.
Penerus Pedro I adalah putranya yang masih berumur lima tahun, Pedro II. Karena Pedro II masih kecil, perwalian yang lemah diadakan. Kekosongan kekuasaan yang diakibatkan oleh ketiadaan kaisar sebagai penentu dalam sengketa politik mengakibatkan perang saudara regional antara faksi-faksi lokal. Walaupun mewarisi negara yang berada di ambang kehancuran, setelah dewasa Pedro II berhasil membawa perdamaian dan kestabilan, serta membuat Brasil menjadi kekuatan internasional baru. Brasil berhasil memenangkan tiga konflik internasional (Perang Platina, Perang Uruguay, dan Perang Paraguay), serta sengketa-sengketa internasional lain dan perselisihan-perselisihan domestik. Berkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi, banyak imigran yang datang dari Eropa, termasuk imigran Protestan dan Yahudi, walaupun Brasil sendiri mayoritas tetap beragama Katolik. Perbudakan, yang sebelumnya menyebar luas, mulai dibatasi oleh berbagai undang-undang hingga akhirnya dihapuskan pada tahun 1888. Seni rupa, sastra, dan teater Brasil juga berkembang pada masa ini. Walaupun sangat dipengaruhi oleh gaya Eropa dari Neoklasikisme hingga Romantisisme, masing-masing konsep disesuaikan agar dapat menghasilkan budaya khas Brasil sendiri.
Walaupun Brasil menikmati perdamaian dan kesejahteraan ekonomi, secara pribadi Pedro II tidak ingin monarki berlanjut setelahnya. Seiring bertambahnya umur Pedro II, ia tidak mencoba mempertahankan institusi monarki. Karena ia tidak memiliki keturunan yang layak menjadi penerus (calon penerusnya adalah putrinya, Isabel, dan Pedro II serta kelas penguasa Brasil menolak kaisar perempuan), penguasa-penguasa politik Kekaisaran meyakini bahwa tidak ada alasan untuk mempertahankan monarki. Meskipun sebagian besar orang Brasil tidak antusias dalam menerima bentuk pemerintahan republikan, pada tanggal 15 November 1889, setelah berkuasa selama 58 tahun, Pedro II dijatuhkan oleh kudeta yang hanya didukung oleh pemimpin-pemimpin militer yang bermaksud untuk mendirikan sebuah republik yang dikepalai oleh seorang diktator.