Kekhalifahan Fatimiyah الخلافة الفاطمية Al-Khilafah al-Fāṭimīyah | |||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
909–1171 | |||||||||||||||||||||||||||||||
Bendera | |||||||||||||||||||||||||||||||
Perkembangan wilayah Kekhalifahan Fathimiyah | |||||||||||||||||||||||||||||||
Ibu kota |
| ||||||||||||||||||||||||||||||
Agama | Islam Syiah Ismailiyah | ||||||||||||||||||||||||||||||
Pemerintahan | Teokrasi Khilafah | ||||||||||||||||||||||||||||||
Khalifah | |||||||||||||||||||||||||||||||
• 909-934 (pertama) | Ubaidillah al-Mahdi Billah | ||||||||||||||||||||||||||||||
• 1160-1171 (terakhir) | Al-'Āḍid | ||||||||||||||||||||||||||||||
Sejarah | |||||||||||||||||||||||||||||||
• Didirikan | 5 Januari 909 | ||||||||||||||||||||||||||||||
• Pendirian Kairo | 8 Agustus 969 | ||||||||||||||||||||||||||||||
• Dibubarkan | 1171 | ||||||||||||||||||||||||||||||
Luas | |||||||||||||||||||||||||||||||
9.000.000 km2 (3.500.000 sq mi) | |||||||||||||||||||||||||||||||
Populasi | |||||||||||||||||||||||||||||||
• | 62000000 | ||||||||||||||||||||||||||||||
Mata uang | Dinar | ||||||||||||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||||||||||||
Sekarang bagian dari | Tunisia Mesir Palestina Suriah Arab Saudi | ||||||||||||||||||||||||||||||
Fathimiyah, atau al-Fāthimiyyūn (bahasa Arab: الفاطميون, translit. al-Fāthimiyyūn) adalah kekhalifahan Syiah Isma'iliyah yang berdiri sejak abad kesepuluh hingga kedua belas Masehi. Dinasti ini mencakup wilayah yang luas di Afrika Utara, mulai dari Samudera Atlantik di barat hingga Laut Merah di timur. Dinasti Fathimiyah, sebuah dinasti asal Arab, menelusuri nenek moyang mereka hingga putri Nabi Muhammad, Fatimah dan suaminya, 'Ali bin Abi Thalib. Khalifah Fathimiyah diakui sebagai imam yang sah oleh berbagai komunitas Isma'ili serta oleh denominasi di banyak negeri Muslim lain dan wilayah sekitarnya.[1][2] Berasal pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, Fatimiyah menaklukkan Ifriqiyah dan mendirikan kota al-Mahdiyya. Dinasti Ismaili menguasai wilayah di sepanjang pantai Mediterania Afrika dan akhirnya menjadikan Mesir sebagai pusat kekhalifahan. Pada puncaknya, kekhalifahan mencakup—selain Mesir—berbagai wilayah di Maghreb, Sudan, Sisilia, Levant, dan Hejaz.
Antara tahun 902 dan 909, fondasi negara Fathimiyah terwujud di bawah pimpinan da'i (pendakwah) Abu Abdallah, yang penaklukannya atas Aghlabiyyah Ifriqiyah dengan bantuan pasukan Kutama membuka jalan bagi pembentukan Khilafah.[3][4][5] Setelah penaklukan, Abdullah al-Mahdi Billah diambil kembali dari Sijilmasa dan kemudian diterima sebagai Imam gerakan, menjadi Khalifah pertama dan pendiri dinasti pada 909.[6][7] Pada 921, kota al-Mahdiyya ditetapkan sebagai ibu kota. Pada 948, mereka memindahkan ibu kota mereka ke al-Mansuriyya, dekat Kairouan. Pada 969, pada masa pemerintahan al-Mu'izz, mereka menaklukkan Mesir, dan pada 973, kekhalifahan dipindahkan ke ibu kota Fathimiyah yang baru didirikan di Kairo. Mesir menjadi pusat politik, budaya, dan agama kekaisaran dan mengembangkan budaya Arab baru dan "asli".[8] Setelah penaklukan awalnya, kekhalifahan sering mengizinkan toleransi beragama terhadap sekte Islam non-Syiah, serta terhadap Yahudi dan Kristen.[9] Namun, para pemimpinnya tidak membuat banyak kemajuan dalam membujuk penduduk Mesir untuk mengadopsi kepercayaan agamanya.[10]
Setelah masa pemerintahan al-'Aziz dan al-Hakim, pemerintahan panjang al-Mustansir mengukuhkan rezim di mana khalifah tetap menjauh dari urusan negara dan wazir mengambil kepentingan yang lebih besar.[11] Fraksionalisme politik dan etnis dalam militer menyebabkan perang saudara pada tahun 1060-an, yang mengancam kelangsungan hidup kekaisaran.[12] Setelah masa kebangkitan selama masa jabatan wazir Badr al-Jamali, kekhalifahan Fathimiyah menurun dengan cepat selama akhir abad ke-11 dan kedua belas.[12] Selain kesulitan internal, kekhalifahan tersebut melemah akibat masuknya bangsa Turki Seljuk ke Suriah pada tahun 1070-an dan kedatangan Tentara Salib di Levant pada tahun 1097.[13] Pada tahun 1171, Salahuddin menghapuskan kekuasaan dinasti tersebut dan mendirikan Dinasti Ayyubiyah, yang memasukkan kembali Mesir ke dalam lingkup otoritas nominal Kekhalifahan Abbasiyah.[14][15]
... it was at this time that an indigenous Arabic culture was developed in Egypt, and Arab Egypt, so to speak, came of age to the extent that it was able to rival older centres like Baghdad as a seat of learning and intellectual activity.
In the course of the later eleventh and twelfth century, however, the Fatimid caliphate declined rapidly, and in 1171 the caliphate was dissolved and the Fatimid dynasty was overthrown by Ṣalāḥ ad-Dīn, the founder of the Ayyubid dynasty. He restored Egypt as a political power, reincorporated it in the Abbasid caliphate and established Ayyubid suzerainty not only over Egypt and Syria but, as mentioned above, temporarily over northern Mesopotamia as well.