Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors.
Please consider supporting us by disabling your ad blocker.

Responsive image


Kekuasaan

Ada gangguan emosional yang mempengaruhi mereka yang menjalankan kekuasaan dalam bentuk apa pun, di antaranya sindrom keangkuhan, megalomania, hamartia, atau narsisme.

Kekuasaan adalah hak untuk bertindak[1]. Kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh[2][3] atau kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi perilaku orang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku,[4] atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).

Dalam ilmu sosial dan politik, kekuasaan ialah produksi sosial dari sebuah efek yang menentukan kapasitas, tindakan, kepercayaan, dan perilaku para aktor[5]. Kekuasaan tidak hanya merujuk pada ancaman atau penggunaan kekuatan (paksaan) oleh satu aktor terhadap aktor lainnya, tetapi dapat juga melalui cara-cara yang terbesar (seperti institusi)[5]. Kekuasaan juga dapat mengambil bentuk struktural, karena kekuasaan memerintahkan para aktor dalam hubungannya dengan satu sama lain (seperti membedakan antara tuan dan budak, rumah tangga dan kerabatnya, majikan dan kayawannya, orang tua dan anak, perwakilan politik dan pemilihnya...), dan bentuk-bentuk diskursif, karena kategori-kategori dan bahasa dapat memberikan legitimasi pada beberapa perilaku dan kelompok di atas perilaku dan kelompok yang lain[5].

  1. ^ https://kbbi.web.id/otoritas
  2. ^ Stanley Milgram, Obedience to authority: an experimental view, Taylor & Francis (1974)ISBN 0-422-74580-4 ISBN 978-0-422-74580-2
  3. ^ R. Baine Harris, Authority: a philosophical analysis, University of California (1976) ISBN 0-8173-6620-2 ISBN 978-0-8173-6620-9
  4. ^ Budiardjo, Miriam (Juli 2023). Dasar-dasar Ilmu Politik - Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3494-7. 
  5. ^ a b c https://www.jstor.org/stable/3877878

Previous Page Next Page