Siak Sri Indrapura ﻛﺴﻠطﺎﻧﻦ سياك سري إندراڤورا | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1723–1945 | |||||||||||
Kesultanan Siak pada 1850 | |||||||||||
Ibu kota | Buantan, Mempura, Pekanbaru, Siak Sri Indrapura | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu | ||||||||||
Agama | Islam | ||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||
Yang Dipertuan Besar | |||||||||||
• 1723-1746 | Raja Kecik | ||||||||||
• 1761-1766 | Raja Alam | ||||||||||
• 1791-1811 | Sultan Sayyid Ali | ||||||||||
• 1915-1946 | Sultan Syarif Kasim II | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
• Didirikan | 1723 | ||||||||||
• Bergabung dengan Indonesia | 1945 | ||||||||||
| |||||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Kesultanan Siak Sri Indrapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia. Kesultanan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil putra Sultan Mahmud Syah II Johor pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam perebutan tahta Johor. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat[1] dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatra dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa. Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke pulau Rupat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran di Sumatra Timur.[2][3][4] Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.[5]
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Barnard
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Syair
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Samin