Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Oktober 2023) |
Total populasi | |
---|---|
~ 210.000 | |
Pendiri | |
Pilewiti (Raja Pertama Kerajaan Tojo) hanya melestarikan kepercayaan lamoa, penganut pertama kepercayaan lamoa tidak diketahui | |
Wilayah dengan populasi signifikan | |
Sausu • Poso • Tojo • Sulawesi Tengah • dan semua bekas wilayah kekuasaan kerajaan tojo | |
Agama | |
Agama Islam, dan Lamoa (Pue Mpalaburu) | |
Kitab suci | |
- | |
Bahasa | |
Bahasa Bare'e • Melayu | |
Kelompok etnik terkait | |
Suku Bare'e |
Lamoa[1] adalah bentuk kepercayaan lama kepada tuhan PueMpalaburu (Pue Mpalaburu) yang dipraktikkan dan dianut oleh semua penduduk asli Suku Bare'e, di Sulawesi Tengah.
Bentuk peribadatannya disebut "Molamoa" yaitu membentuk lingkaran dengan berpegangan tangan, ataupun tanpa berpegangan tangan, tetapi yang terbanyak dan yang umum dilakukan adalah Molamoa dengan berpegangan tangan, dan gerakan tersebut dinamakan Dero atau Modero, dan Modero dilakukan setelah melakukan pengayauan (pemenggalan kepala).
Praktik sembahyang Molamoa dengan gerakan Dero-nya dilakukan ketika pasukan dari sebuah Kampung (Kampu; Lipu; Wawo) pulang dari perang; dan para Tadulako dari Suku Bare'e pulang mengayau, pengayauan (penggal kepala). Tadulako melakukan pengayauan karena dorongan kepercayaan mereka dimana diajarkan apabila ada musibah seperti panen gagal atau ada anggota masyarakat yang meninggal maka mereka harus mencari tengkorak kepala orang sebagai penolak bala. Demikian lalu tengkorak kepala yang didapatkan dari hasil pengayauan kemudian di letakan di tengah Lobo, lalu ditarikan oleh masyarakat suku bare'e secara melingkar dengan gaya yang sama seperti yang kita kenal sekarang dengan nama "Dero",[2] dan Modero adalah gerakan Tarian yang dilakukan oleh Suku Bare'e setelah pulang mengayau, dan tarian Dero atau Modero sudah menjadi istilah turun temurun.
Kepercayaan Lamoa dijaman Kerajaan Tojo tahun 1770 tetap dipertahankan bentuk keasliannya karena merupakan ciri khas dari Suku Bare'e yang merupakan suku asli yang tinggal di wilayah Tananto Bare'e, hanya saja Pilewiti (Raja Pertama Kerajaan Tojo) yang bergelar Anreguru ri Tojo mengambil alih semua Adat istiadat dan Budaya Kepercayaan Lamoa, dan secara perlahan memasukkan semua Suku Bare'e ke Agama Islam, karena itu Suku Bare'e yang hidup di abad ke-20 mengatakan "Ohaio !, Orang Tojo kemana-mana selalu membawa Lobonya".[3] Tetapi tidak demikian dengan Penjajah Hindia Belanda yang melarang semua bentuk kepercayaan Lamoa yang bertuhan kepada Pue Mpalaburu, dan membebaskan budaya dan adat yang tidak berhubungan dengan kepercayaan lamoa seperti Tari Moraego, Tari Mokayori, dll.[a]
Lobo sebagai tempat penyembahan kepada Pue Mpalaburu tuhannya Suku Bare'e, sudah tercatat di museum provinsi Sulawesi Tengah sebagai Rumah adat yang dimiliki oleh Suku Bare'e.[4]
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan