Monsinyur (bahasa Italia: monsignor) merupakan suatu predikat atau sebutan kehormatan bagi kaum klerus Gereja Katolik yang telah memperoleh gelar kehormatan gerejawi tertentu dari Paus. Gelar ini diberikan kepada orang yang telah berjasa memberikan pelayanan yang berharga kepada Gereja, mereka yang menjalankan beberapa fungsi khusus dalam tata kelola Gereja, atau mereka yang menjadi anggota kapitel tertentu. Gelar Monsinyur tidak pernah diberikan kepada mereka yang digolongkan sebagai religius dalam Katolikisme. Meskipun beberapa bahasa (termasuk Indonesia) menggunakan kata tersebut sebagai sebutan untuk uskup, yang memang adalah penggunaan utama dalam bahasa-bahasa tersebut, hal ini bukanlah kebiasaan yang lazim dalam bahasa Inggris.[1] Kata monsignor sendiri merupakan bentuk apokope dari kata Italia monsignore, dari frasa Prancis mon seigneur, yang berarti "tuanku". Gelar ini biasa disingkat Mgr,[2][3][4][5] Msgr,[a] atau Mons.[b]
"Monsinyur" adalah suatu sebutan, bukan penunjukan; tepatnya, seseorang tidak dapat "dijadikan seorang monsinyur" atau menjadi "monsinyur dari suatu paroki". Gelar atau sebutan tersebut dikaitkan dengan penghargaan kepausan tertentu, yang mana Paus Paulus VI menguranginya menjadi tiga kelas: Protonotarius Apostolik, Prelatus Kehormatan, Kapelan Sri Paus.
Terlepas dari mereka yang bekerja dalam Kuria Roma dan layanan diplomatik Takhta Suci, biasanya atas usulan uskup setempat Paus dapat memberikan gelar ini kepada klerus diosesan Katolik. Pemberian gelar ini tunduk pada aturan Takhta Suci yang mencakup batas usia minimum.
Setelah terpilih pada bulan Maret 2013, Paus Fransiskus menangguhkan pemberian gelar kehormatan Monsinyur kecuali bagi anggota layanan diplomatik Takhta Suci.[11][12] Pada bulan Desember 2013, ia menyampaikan keputusan definitifnya untuk tidak lagi menerima permintaan dari para uskup mengenai pemberian gelar ini bagi kelompok apapun selain Kapelan Sri Paus, tingkatan terendah dari tiga kelompok tersebut, dan para calon yang diajukan harus berusia minimal 65 tahun. Paus Fransiskus sendiri, selama 15 tahun menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires, tidak pernah mengajukan seorang pun imamnya agar dapat menerima gelar ini, dan ia dipandang menghubungkannya dengan "karierisme" klerus.[13] Namun pengajuan yang sudah terlanjur dibuat tidak dibatalkan.[13][14][15]
Gelar untuk ketiga kelompok tersebut tetap diberikan bagi para pejabat Kuria Roma dan layanan diplomatik Takhta Suci, serta tidak ada pencabutan hak istimewa yang telah diberikan pada badan tertentu seperti para kapitel kanon yang mana semua atau beberapa anggotanya adalah Protonotarius Apostolik, Prelatus Kehormatan, atau Kapelan Sri Paus.[16] Sebutan yang juga dihubungkan dengan jabatan vikaris jenderal (vikjen) ini pun tidak terkena dampaknya; yang mana merupakan penunjukan dari uskup diosesan, bukan oleh Paus. Seorang imam diosesan memiliki gelar tituler ini, tanpa perlu menjadi seorang Protonotarius Apostolik, selama ia menjabat.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan