Garai | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | Plantae |
Klad: | Tracheophyta |
Klad: | Angiospermae |
Klad: | Monokotil |
Klad: | Komelinid |
Ordo: | Poales |
Famili: | Poaceae |
Subfamili: | Panicoideae |
Supertribus: | Andropogonodae |
Tribus: | Andropogoneae |
Subtribus: | Saccharinae |
Genus: | Sorghum Moench 1794, nama konservasi bukan Sorgum Adanson 1763 |
Spesies | |
Terdiri 30 spesies, lihat teks |
Garai[1] atau sorgum (Sorghum spp.) adalah tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Tanaman ini banyak tumbuh di Di Kepulauan Nusa Tenggara, sehingga memiliki beberapa nama lokal, di antaranya jagung rote, wata belolong, dan watar hamu.[2] Sebagai bahan pangan, garai berada pada urutan ke-5 setelah gandum, jagung, padi, dan jelai. Garai merupakan makanan pokok penting di Asia Selatan dan Afrika sub-sahara.
Biji garai berbentuk bulat, tetapi ada juga yang agak lonjong dengan warna bervariasi, mulai dari putih, kuning gading, cokelat muda, merah, sampai hitam.[2] Garai juga mengandung serat tidak larut air atau serat kasar dan serat pangan, masing-masing sebesar 6,5% - 7,9% dan 1,1% - 1,23%. Kandungan protein pun seimbang dengan jagung sebesar 10,11% sedangkan jagung 11,02%.
Begitu pula dengan kandungan patinya sebesar 80,42% sedangkan kandungan pada jagung 79,95%. Hanya saja, yang membuat tepung garai sedikit peminat adalah karena tidak adanya gluten seperti pada tepung terigu. Masyarakat indonesia sudah tenggelam dalam nikmatnya kelenturan terigu karena tingginya gluten, dan inilah yang membuat adonan mi dan roti menjadi lentur.
Seperti beras, biji garai dapat diolah menjadi nasi dengan cara memisahkan kulit arinya dan merebusnya dalam periuk sampai empuk.[2] Selain itu, garai dikenal memiliki manfaat yang lebih baik daripada tepung terigu karena bebas gluten dan memiliki angka indeks glikemik yang rendah sehingga turut mendukung tren gerakan konsumen bebas gluten diet seperti di negara-negara maju.