Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Sriwijaya Kadatuan Sriwijaya | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
671–1025 | |||||||||
Wilayah kekuasaan Sriwijaya yang paling luas pada sekitar abad ke 8 sampai abad ke 11 dengan serangkaian ekspedisi dan penaklukan Sriwijaya. | |||||||||
Peta perluasan wilayah kekuasaan Sriwijaya, yang dimulai di Palembang pada abad ke-7, kemudian meluas ke sebagian besar Sumatera, kemudian meluas ke Jawa, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Singapura, Semenanjung Malaya (dikenal juga dengan: Semenanjung Kra), Thailand, Kamboja, Vietnam Selatan, Kalimantan, Sarawak, Brunei, Sabah, dan berakhir sebagai Kerajaan Dharmasraya di Jambi pada abad ke-13. | |||||||||
Ibu kota | |||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu Kuno, Sanskerta | ||||||||
Agama | Buddha Vajrayana, Buddha Mahayana, Buddha Hinayana | ||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||
Maharaja | |||||||||
• 671 | Dapunta Hyang (Pendiri Sriwijaya) | ||||||||
• 703 | Sri Indrawarman (Kronik Tiongkok) | ||||||||
• 728 | Rudra Wikrama (Kronik Tiongkok) | ||||||||
• 782 | Dharanindra (Prasasti Kelurak) | ||||||||
• 824 | Samaratungga (Prasasti Kayumwungan) | ||||||||
• 860 | Balaputradewa (Prasasti Nalanda) | ||||||||
• 960 | Sri Udayaditya Warmadewa (Kronik Tiongkok) | ||||||||
• 988 | Sri Cudamani Warmadewa (Prasasti Leiden) | ||||||||
• 1008 | Sri Mara-Vijayottunggawarman (Prasasti Leiden) | ||||||||
• 1025 | Sangrama-Vijayottunggawarman (Prasasti Tanjore) | ||||||||
Sejarah | |||||||||
• Didirikan | 671 | ||||||||
• Invasi dari Chola | 1025 | ||||||||
Mata uang | Koin emas dan perak | ||||||||
| |||||||||
Sekarang bagian dari | |||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Bagian dari seri artikel mengenai |
Sejarah Malaysia |
---|
Sriwijaya adalah kedatuan bahari historis yang berasal dari Pulau Sumatra sekitar abad ke-7 sampai abad ke-11. Kehadirannya banyak memberi pengaruh pada perkembangan sejarah Asia Tenggara (terutama dalam kawasan Nusantara barat).[3][4] Dalam Bahasa bahasa melayu kuno, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan vijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan";[4] dengan demikian, nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Lokasi ibukota Sriwijaya dapat dengan akurat disimpulkan berada di Kota Palembang, tepatnya di muara Sungai Musi.[2] Sriwijaya terdiri dari sejumlah pelabuhan yang saling berhubungan di sekitar Selat Malaka.[5]
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.[6][7] Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682, prasasti ini merupakan catatan bahasa melayu kuno paling tua yang pernah ditemukan dan menjadi bukti bahwa bahasa melayu bermula dari Palembang dan kemudian menyebar menjadi bahasa pengantar di seluruh Asia Tenggara melalui kemaharajaan Sriwijaya. [8]
Meskipun sempat dianggap sebagai talasokrasi (kerajaan berbasis maritim), penelitian baru tentang catatan yang tersedia menunjukkan bahwa Sriwijaya merupakan negara berbasis darat daripada kekuatan maritim. Armada laut memang tersedia tetapi bertindak sebagai dukungan logistik untuk memfasilitasi proyeksi kekuatan darat. Menanggapi perubahan ekonomi maritim Asia, dan terancam oleh hilangnya negara bawahannya, kerajaan-kerajaan disekitar selat Malaka mengembangkan strategi angkatan laut untuk menunda kemerosotannya. Strategi angkatan laut kerajaan-kerajaan disekitar selat Malaka bersifat menghukum untuk memaksa kapal-kapal dagang datang ke pelabuhan mereka. Kemudian, strategi angkatan laut kerajaan-kerajaan tersebut merosot menjadi armada perompak.[9]
Pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut akibat beberapa peperangan.[4] Serangan besar pada tahun 1025 dilancarkan oleh pasukan Rajendra Chola I dari Koromandel.[10] Setelah itu, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 oleh sejarawan Prancis George Cœdès dari École française d'Extrême-Orient.[1]
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama :02