Brasil adalah negara dengan produksi bahan bakar etanol kedua terbesar di dunia, sekaligus pengekspor terbesar bahan bakar etanol. Brasil dan Amerika Serikat memimpin dalam jumlah produksi bahan bakar etanol. Kedua negara ini memproduksi 87.8% produksi etanol industri dunia pada tahun 2010.[1][2] Pada tahun 2010, Brasil memproduksi 26,2 miliar liter (6,92 miliar galon AS) bahan bakar etanol, 30,1% dari jumlah etanol dunia yang digunakan untuk bahan bakar.[1]
Brasil dianggap sebagai negara yang pertama kali memberlakukan ekonomi bahan bakar bio secara berkelanjutan serta dianggap juga sebagai pemimpin industri bahan bakar bio.[3][4][5][6] Negara ini dijadikan model bagi beberapa negara lain, dan etanol dari gula yang dihasilkan negara ini merupakan model bahan bakar alternatif paling sukses sampai saat ini.[7] Hanya, beberapa penulis menganggap bahwa suksesnya etanol di Brasil itu disebabkan karena teknologi pertaniannya yang maju, disertai dengan luas lahan yang besar, sehingga program yang ada di Brasil ini hanya cocok dipraktikkan di beberapa negara tropis di Amerika Latin, Karibia, dan Afrika[8][9][10]
Program bahan bakar etanol di Brasil yang sudah berjalan selama 30 tahun berasal dari teknologi pertanian gula paling efisien di dunia.,[11] Mereka menggunakan peralatan yang modern dan tebu yang murah sebagai bahan mentah, selain itu ampas tebu juga digunakan untuk menghasilkan panas dan tenaga, yang akhirnya menghasilkan harga yang sangat kompetitif, dengan hasil yang sepadan.[5][12] Pada tahun 2010, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat menetapkan etanol gula tebu di Brasil sebagai bahan bakar bio paling maju karena mereka dapat mereduksi 61% dari total siklus hidup emisi gas rumah kaca.[13][14]
Saat ini, tidak ada lagi kendaraan kecil di Brasil yang hanya menggunakan bahan bakar bensin saja. Sejak tahun 1976, pemerintah mewajibkan semua mobil di Brasil harus bisa menggunakan bahan bakar campuran etanol dengan bensin, yang besarannya beragam, mulai dari 10% sampai 22%.[15] Mobil-mobil dengan mesin bensin biasa harus dikonfigurasi kembali, tetapi hanya minor saja. Tahun 1993, pemerintah mewajibkan campuran etanol dalam bahan bakar dinaikkan menjadi 22% (E22). Pada tahun 2003, batasan ini ditetapkan menjadi minimum 20% dan maksimumm 25%.[16] Sejak tanggal 1 Juli 2007, peraturannya diubah lagi menjadi 25% etanol dan 75% bensin.[17] Kemudian, pada bulan April 2011, batasan bawahnya diubah menjadi 18%, disebabkan karena jumlah persediaan etanol berkurang dan harganya tinggi.[18]
Industri mobil di Brasil mengembangkan kendaraan bahan bakar fleksibel yang dapat menggunakan campuran etanol beragam, antara 20-25% (E20-25) sampai yang memakai bahan bakar etanol saja (E100).[19] Mulai diperkenalkan pada tahun 2003, kendaraan berbahan bakar fleksibel ini laris di pasaran.[20] Pada tahun 2009, mobil berbahan bakar fleksibel mencatatkan pangsa pasar 92.3% dari seluruh penjualan mobil dan truk kecil baru.[21]
^ abKesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama RFAProd2010
^Sperling, Daniel and Deborah Gordon (2009). "4 Brazilian Cane Ethanol: A Policy Model. The authors consider that ethanol production in Brazil is a unique situation and it is not replicable, they think there is no other country where it makes sense to convert sugar or starch crops to ethanol, particularly the US.". Two billion cars: driving toward sustainability. Oxford University Press, New York. hlm. 95–96. ISBN9780195376647.
^Thomas L. Friedman (2008). Hot, Flat, and Crowded. Farrar, Strauss and Giroux, New York. hlm. 190. ISBN9780374166854.The author considers that ethanol can be a transport solution for Brazil, but one that only can be replicated in other tropical countries, from Africa to the Caribbean.
^Hausmann, Ricardo and Rodrigo Wagner (October 2009). "Certification Strategies, Industrial Development and a Global Market for Biofuels". Belfer Center for Science and International Affairs and Sustainability Science Program, Center for International Development, John F. Kennedy School of Government, Harvard University. Diakses tanggal 2010-02-09. Discussion Paper 2009-15. The authors found that for some countries in Central Africa and Latin America ethanol can represent a large industry, at least relative to current exports. The list of the relative importance of biofuels (sugarcane ethanol in particular and replicating the Brazilian production system) is headed by Suriname, Guyana, Bolivia, Paraguay, DR of Congo, and Cameroon. See pp. 5–6
^Mitchell, Donald (2010). Biofuels in Africa: Opportunities, Prospects, and Challenges. The World Bank, Washington, D.C. hlm. xix–xxxii. ISBN978-0821385166. See Executive Summary and Appendix A: The Brazilian Experience.
^Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama IADB