Keseluruhan atau sebagian dari artikel ini membutuhkan perhatian dari ahli subyek terkait. Jika Anda adalah ahli yang dapat membantu, silakan membantu perbaiki kualitas artikel ini. |
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Erotisisme (bahasa Inggris: eroticism) adalah suatu bentuk estetika yang menjadikan dorongan seksual sebagai kajiannya. Dorongan seksual yang dimaksud adalah perasaan yang timbul yang membuat orang siap beraktivitas seksual. Ini bukanlah sekadar menggambarkan keadaan terangsang dan/atau antisipasi (melayani rangsangan), melainkan mencakup pula segala bentuk upaya atau bentuk representasi untuk membangkitkan perasaan-perasaan tersebut.
Kata ini berasal dari nama dewa cinta mitologi Yunani yaitu Eros. Perasaan ini dipahami sebagai cinta sensual atau dorongan seksual manusia (libido). Para filsuf dan teolog membeda-bedakan tiga jenis cinta kasih: eros, filia, dan agape. Dari ketiganya, eros dianggap yang paling egosentrik, yang terpusat pada pementingan diri pribadi.
Erotik adalah bentuk ajektiva dari ekspresi erotisisme. Ekspresi dari erotisisme diistilahkan sebagai erotika ("sesuatu yang erotik"), yang dapat berupa mimik, gerak, sikap tubuh, suara, kalimat, benda-benda, aroma, sentuhan, dan sebagainya; serta kombinasinya. Dengan erotika orang diharapkan mencapai dua hal sekaligus: apresiasi terhadap keindahan dan kemampuan "bermain" dengan (mengendalikan) dorongan seksual secara sehat. Vulgarisasi (terang-terangan, tanpa cita rasa) serta industrialisasi erotika mengembangkan pornografi.
Dalam masyarakat banyak orang kesulitan membedakan erotisisme dari pornografi terutama karena erotisisme berpotensi memunculkan hubungan subjek-objek, dengan objek menjadi sasaran dorongan seksual subjek (bentuk yang ekstrem adalah pemerkosaan). Akibat hal ini, banyak orang yang menentang segala ekspresi erotisisme atas dasar perlindungan terhadap objek atau karena latar belakang budaya menganggap bahwa memiliki dorongan seksual bukanlah tindakan yang layak disetujui (berdosa). Pembela ekspresi erotisisme, sebaliknya, beranggapan bahwa potensi bukanlah kenyataan dan tidak seharusnya dianggap sebagai kenyataan, karena fokus apresiasi seharusnya pada aspek estetika, bukan pada dorongan seksualnya (sebagaimana pada pornografi).