Fungisida atau pengawajamur adalah pestisida yang secara spesifik membunuh atau menghambat cendawan penyebab penyakit.[1] Fungisida dapat berbentuk cair (paling banyak digunakan), gas, butiran, dan serbuk.[1] Perusahaan penghasil benih biasanya menggunakan fungisida pada benih, umbi, transplan akar, dan organ propagatif lainnya, untuk membunuh cendawan pada bahan yang akan ditanam dan melindungi tanaman muda dari cendawan patogen.[1] Selain itu, penggunaan fungisida dapat digunakan melalui injeksi pada batang, semprotan cair secara langsung, dan dalam bentuk fumigan (berbentuk gas yang disemprotkan).[1]
Fungisida dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu fungisida selektif (fungisida sulfur, tembaga, quinon, heterosiklik) dan non selektif (fungisida hidrokarbon aromatik, anti-oomycota, oxathiin, organofosfat, fungisida yang menghambat sintesis sterol, serta fungisida sistemik lainnya).[2] Fungisida selektif membunuh jamur tertentu namun tidak menyakiti jamur lainnya.
Fungisida juga dapat dikategorikan sebagai fungisida kontak, translaminar, dan sistemik. Fungisida kontak hanya bekerja di bagian yang tersemprot. Fungisida translaminar mengalir dari bagian yang disemprot (daun dan bagian atas tanaman) ke bagian yang tidak disemprot (ke bawah). Fungisida sistemik diserap oleh tumbuhan dan didistribusikan melalui sistem pembuluh tanaman.[3]
Kebanyakan fungisida berbahan dasar sulfur[4] dalam konsentrasi yang rendah antara 0.08 sampai 0.5% (jika dalam bentuk cair) hingga 90% (dalam wujud bubuk). Residu fungisida telah ditemukan di makanan manusia, kebanyakan dari aktivitas pascapanen untuk memperpanjang usia simpan hasil pertanian.[5] Fungisida seperti vinclozolin diketahui sangat berbahaya dan saat ini telah dilarang penggunaannya.[6] Sejumlah fungisida pun telah diatur penggunaannya.