Gaya nuklir (atau interaksi nukleon-nukleon atau gaya kuat residual) adalah gaya antara dua atau lebih nukleon. Gaya ini bertanggung jawab atas ikatan proton dan neutron menjadi inti atom. Gaya ini dapat dipahami sebagai pertukaran meson ringan virtual, seperti pion.
Kadang-kadang gaya nuklir disebut sebagai gaya kuat residual, dibandingkan dengan interaksi kuat lainnya yang saat ini dipahami sebagai akibat kromodinamika kuantum ( quantum chromodynamics, atau biasa disingkat QCD). Peristilahan ini muncul pada dasawarsa 1970-an saat QCD sedang dikembangkan. Sebelum masa itu gaya kuat nuklir merujuk pada potensial internukleon. Setelah model quark diverifikasi, interaksi kuat diartikan sebagai QCD.
Karena nukleon tidak punya muatan warna, gaya nuklir tidak langsung melibatkan pembawa gaya QCD, yaitu gluon. Namun, seperti atom yang bermuatan netral (yang terdiri dari partikel bermuatan listrik yang saling menetralkan) saling menarik satu sama lain melalui efek orde kedua dari polarisasi listrik, maka analoginya nukleon yang bermuatan warna netral dapat menarik satu sama lain melalui sejenis polarisasi yang membolehkan efek yang dihantarkan gluon dibawa dari satu nukleon berwarna netral ke nukleon lainnya, lewat meson virtual yang menghantarkan gaya tersebut yang juga disatukan oleh gluon virtual. Sifat yang mirip dengan gaya van der Waals inilah yang menyebabkan timbulnya istilah 'residual' pada istilah "gaya kuat residual". Gagasan dasarnya adalah meskipun nukleon berwarna netral, seperti atom juga bermuatan netral, di dalam kedua kasus efek polarisasi yang ada antara dua partikel netral memungkinkan efek muatan "residual" untuk mengakibatkan gaya tarik-menarik antara dua partikel tidak bermuatan, meskipun jauh lebih lemah dan tidak langsung dibandingkan gaya dasar yang beraksi di dalam partikel tersebut.[1]