Bagian dari seri |
Ilmu Pengetahuan |
---|
Hukum Adat Indonesia (bahasa Belanda: adat recht; bahasa Inggris: Indonesian customary law) adalah aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk seluruh masyarakat Hukum di Indonesia dan dipertahankan oleh rakyat asli Indonesia dalam pergaulan hidup seharihari baik di kota maupun di desa[1].
Pada pelaksanaan secara nyata masih banyak masyarakat yang menggunakan hukum adat dalam mengatur kegiatan sehari-harinya serta dalam menyelesaikan masalah suatu permasalahan yang ada, setiap wilayah di Indonesia mempunyai tata hukum adat masing-masing untuk mengatur berkehidupan bermasyarakat yang beraneka ragam yang sebagian besar hukum adat tersebut tidak dalam bentuk aturan yang tertulis, hukum adat tersebut berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dan tradisi rakyat/masyarakat yang ada[2][3]
Istilah hukum adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Snouck Hurgronje, dalam bukunya yang berjudul De Atjehers menyebut istilah hukum adat sebagai "adat recht", yakni untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial sebagai yang hidup dalam masyarakat Indonesia[1]. Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Adat di Hindia Belanda sebelum menjadi Indonesia[1].
Pada abad ke-22 Sebelum Masehi, penguasa Sumerio kuno Ur-Nammu telah merumuskan kode hukum pertama, yang terdiri dari pernyataan-pernyataan kasuistik ("jika ... maka ..."). Sekitar tahun 1760 SM, Sultan Hammurabi mengembangkan lebih lanjut hukum Babilonia, dengan mengkodifikasikan dan menuliskannya di batu. Hammurabi menempatkan beberapa salinan kode hukumnya di seluruh kerajaan Babilonia sebagai stelae, untuk dilihat oleh seluruh masyarakat; ini kemudian dikenal sebagai Codex Hammurabi. Salinan yang paling utuh dari stelae ini ditemukan pada abad ke-19 oleh para Assyriolog Inggris, dan sejak itu telah sepenuhnya ditransliterasi dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris, Italia, Jerman, dan Prancis[4].