Pangeran Ito Hirobumi adalah samurai dari Domain Chōshū, negarawan, dan empat kali menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang (tanggal 1, 5, 7 dan 10). Dia dilahirkan 16 Oktober 1841, Tsukari, Hikari, Prefektur Yamaguchi, Jepang.Dia juga merupakan anggota pemimpin genrō, grup negarawan-negarawan senior yang memerintahkan aturan Jepang pada zaman Meiji. Itō dibunuh oleh nasionalis Korea An Jung-geun.[1]
Ito merupakan seorang samurai yang mengenyam pendidikan di London dari Domain Chōshū dan tokoh sentral dalam Restorasi Meiji. Itō Hirobumi juga mengetuai biro yang merancang Konstitusi untuk Kekaisaran Jepang yang baru dibentuk. Dirinya mencari inspirasi dari Barat, Itō menolak Konstitusi Amerika Serikat karena dianggap terlalu liberal dan Restorasi Spanyol karena dianggap terlalu lalim. Sebaliknya, ia menggunakan model-model Inggris dan Jerman, khususnya Konstitusi Prusia tahun 1850. Karena tidak puas dengan meluasnya agama Kristen dalam preseden hukum Eropa, ia mengganti referensi agama tersebut dengan referensi yang berakar pada konsep kokutai atau "pemerintahan nasional" yang lebih tradisional di Jepang yang karenanya menjadi pembenaran konstitusional bagi otoritas kekaisaran.
Pada tahun 1880-an, Itō muncul sebagai tokoh terkemuka di kalangan oligarki Meiji. Pada tahun 1885, ia menjadi Perdana Menteri Jepang pertama, posisi yang dipegangnya sebanyak empat kali (sehingga menjadikan masa jabatannya sebagai salah satu yang terlama dalam sejarah Jepang). Bahkan setelah tidak menjabat sebagai kepala pemerintahan negara, ia tetap mempunyai pengaruh besar terhadap kebijakan Jepang sebagai penasihat permanen kekaisaran atau genkun, dan Presiden Dewan Penasihat Kaisar. Sebagai seorang monarki yang setia, Itō menyukai birokrasi yang besar dan berkuasa yang hanya bertanggung jawab kepada Kaisar dan menentang pembentukan partai politik. Masa jabatan ketiganya sebagai perdana menteri berakhir pada tahun 1898 saat konsolidasi oposisi ke dalam partai Kenseitō, yang mendorongnya untuk mendirikan partai Rikken Seiyūkai untuk melawan kebangkitannya. Pada tahun 1901, ia mengundurkan diri dari jabatannya yang keempat dan terakhir karena bosan dengan politik partai.
Di panggung dunia, Itō memimpin kebijakan luar negeri yang ambisius. Ia memperkuat hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat termasuk Jerman, Amerika Serikat dan khususnya Inggris. Di Asia, ia mengawasi Perang Tiongkok-Jepang Pertama dan menegosiasikan penyerahan Dinasti Qing yang berkuasa di Tiongkok dengan syarat-syarat yang secara agresif menguntungkan Jepang, termasuk aneksasi Taiwan dan pembebasan Korea dari sistem upeti Kekaisaran Tiongkok. Sambil memperluas klaim negaranya di Asia, Itō berusaha menghindari konflik dengan Kekaisaran Rusia melalui kebijakan Man-Kan kōkan – usulan penyerahan Manchuria ke wilayah pengaruh Rusia sebagai imbalan atas pengakuan hegemoni Jepang di Korea. Namun, dalam kunjungan diplomatik ke Saint Petersburg pada bulan November 1901, Itō mendapati pihak berwenang Rusia sama sekali tidak menerima persyaratan tersebut. Akibatnya, perdana menteri petahana Jepang, Katsura Tarō, memilih untuk menghentikan upaya Man-Kan kōkan, yang mengakibatkan meningkatnya ketegangan yang berpuncak pada Perang Rusia-Jepang.
Setelah pasukan Jepang menang atas Rusia, Perjanjian Jepang-Korea tahun 1905 menjadikan Itō sebagai Residen Jenderal Jepang pertama di Korea. Dia menyetujui aneksasi total Korea sebagai tanggapan atas tekanan dari Tentara Kekaisaran yang semakin kuat. Tak lama kemudian, ia mengundurkan diri sebagai Residen Jenderal pada tahun 1909 dan sekali lagi menjabat sebagai Presiden Dewan Penasihat Kekaisaran. Empat bulan kemudian, Itō dibunuh oleh aktivis kemerdekaan Korea dan nasionalis An Jung-geun di Harbin, Manchuria.[2][3] Proses aneksasi diresmikan melalui perjanjian lain pada tahun 1910 yang membawa Korea di bawah kekuasaan Jepang, setahun setelah kematian Itō. Melalui putrinya Ikuko, Itō adalah ayah mertua dari Suematsu Kenchō yang merupakan poltisi, penulis dan intelektual.