Kampanye Kalimantan (1945) | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Palagan Pasifik Barat Daya dalam Perang Dunia II | |||||||
Pasukan Australia bergerak maju menuju Brunei | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Sekutu: Australia Amerika Serikat Britania Raya Belanda | Jepang | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Douglas MacArthur[1] Leslie Morshead Thomas Kinkaid |
Michiaki Kamada Masao Baba | ||||||
Kekuatan | |||||||
ca 74,000 | 32.000 | ||||||
Korban | |||||||
2.100 korban jiwa[2] | 4.700 korban jiwa[3] |
Kampanye Kalimantan (1945) atau Pertempuran Kalimantan Kedua adalah kampanye besar terakhir Sekutu di Kawasan Pasifik Barat Daya selama Perang Dunia II untuk membebaskan Borneo Britania dan Borneo Belanda yang dikuasai Jepang. Disebut secara kolektif sebagai Operasi Oboe, serangkaian serangan amfibi antara 1 Mei dan 21 Juli 1945 dilakukan oleh Korps I Australia, di bawah Letnan Jenderal Leslie Morshead, terhadap pasukan Kekaisaran Jepang yang telah menduduki pulau itu sejak akhir 1941 – awal 1942. Formasi utama Jepang di pulau itu adalah Angkatan Darat Ketiga Puluh Tujuh di bawah Letnan Jenderal Masao Baba, sementara garnisun angkatan laut dikomandoi oleh Wakil Laksamana Michiaki Kamada. Pasukan darat Australia didukung oleh AS dan pasukan udara dan laut Sekutu lainnya, dengan AS menyediakan sebagian besar pengiriman dan dukungan logistik yang diperlukan untuk melakukan operasi tersebut. Kampanye tersebut awalnya direncanakan melibatkan enam tahap, tetapi akhirnya pendaratan dilakukan di empat lokasi: Tarakan, Labuan, Kalimantan Utara, dan Balikpapan. Operasi gerilya juga dilakukan oleh suku Dayak dan sejumlah kecil personel Sekutu di pedalaman pulau. Sementara operasi tempur besar selesai pada pertengahan Juli, pertempuran lokal terus berlanjut di seluruh Kalimantan hingga berakhirnya perang pada bulan Agustus. Awalnya dimaksudkan untuk mengamankan lapangan udara dan fasilitas pelabuhan yang vital untuk mendukung operasi di masa mendatang, pemboman persiapan mengakibatkan kerusakan parah pada infrastruktur pulau, termasuk fasilitas produksi minyaknya. Akibatnya, manfaat strategis yang diperoleh Sekutu dari kampanye tersebut tidak berarti.