Kearsipan atau kepertinggalan (bahasa Inggris: Records Management) adalah sistem yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan dokumentasi informasi. Mengingat banyaknya aktivitas yang menyebabkan banyaknya ledakan informasi dalam bentuk banyaknya dokumen yang ditemukan dalam tiap organisasi. Sistem kearsipan dikembangkan dengan tujuan untuk mempermudah penyimpanan dan pencarian kembali informasi yang dianggap penting bagi suatu organisasi. Efektif atau tidaknya suatu sistem kearsipan tergantung pada rancangan sistem itu. Rancangan sistem mengidentifikasi dan menyeleksi informasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, serta menerapkan cara pengaturan dan pencarian kembali.[1]
Pada dasarnya, arsip dapat dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu arsip transaksi dan arsip referensi. Arsip transaksi antara lain terdiri dari cek, dokumen pemesanan, dokumen pembelian, bon, dan sebagainya. Pada umumnya arsip transaksi diatur secara sederhana menurut urutan nomor atau tanggal dikeluarkannya. Arsip referensi antara lain terdiri dari dokumen surat menyurat, laporan, notulen rapat, akta-akta perusahaan, dan lain sebagainya. Penyusunan arsip referensi memerlukan sistem penyimpanan dan penelusuran yang lebih rumit.[1]
Sistem penyimpanan dan sistem penelusuran ini biasanya disebut sistem indeks atau sistem klasifikasi. Sistem klasifikasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sistem indeks kamus (dictionary index), sistem indeks subyek (subject index), dan sistem indeks koordinasi (coordinate index).
Arsip dalam instansi-instansi pemerintahan diatur menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979 tentang Penyusunan Arsip. Sedangkan ketentuan penyusunan arsip bagi organisasi swasta diatur oleh masing-masing organisasi dengan memperhatikan tiga aspek:
Perkembangan selanjutnya pemerintah meningkatkan pengelolaan kearsipan dengan mengubah Undang-Undang tentang Kearsipan yang semula tahun 1971 menjadi Undang-Undang Kearsipan tahun 2009 tentang Kearsipan