Konstitusi Kekaisaran Jepang (大日本帝國憲法, umumnya dikenal sebagai Konstitusi Meiji) adalah undang-undang Kekaisaran Jepang dari tahun 1889 hingga tahun 1947. Diberlakukan sebagai bagian dari Restorasi Meiji, undang-undang dasar ini mengizinkan adanya sebuah monarki konstitusional yang berdasarkan model Prusia yang menempatkan Kaisar Jepang sebagai penguasa aktif dan mempunyai kekuasaan politik yang besar, tetapi membagi hal ini dengan anggota parlemen yang dilantik. Berlakunya Restorasi Meiji yang mengembalikan kekuasaan politik langsung kepada kaisar untuk pertama kalinya setelah lebih dari seribu tahun, Jepang mengalami periode reformasi politik dan sosial serta proses westernisasi yang bertujuan untuk mengangkat derajat Jepang hingga sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia Barat. Konsekuensi langsung dari Konstitusi ini adalah dibukanya pemerintah parlementer pertama di Asia.[1]
Konstitusi Meiji menetapkan batasan yang jelas antara kekuasaan badan eksekutif dan kekuasaan mutlak Kaisar. Ia juga menciptakan sebuah pengadilan yang independen. Namun terdapat ambiguitas pada kata-kata dalam naskahnya, dan di banyak tempat terdapat keterangan yang saling berkontradiksi. Para pemimpin pemerintah dan partai politik dengan demikian mengemban tugas untuk menafsirkan, apakah Konstitusi Meiji dapat digunakan untuk membenarkan kekuasaan otoriter atau pemerintahan yang liberal-demokratis. Pertarungan antara dua kecenderungan tersebutlah yang kemudian mendominasi pemerintahan Kekaisaran Jepang.
Konstitusi Meiji digunakan sebagai model untuk Konstitusi Ethiopia 1931, oleh intelektual Ethiopia Tekle Hawariat Tekle Mariyam. Inilah salah satu alasan mengapa kaum intelektual progresif Ethiopia yang terkait dengan Tekle Hawariat dikenal dengan sebutan "Japanizers".[2]
Konstitusi Meiji diadopsi pada 11 Februari 1889 namun baru mulai diberlakukan pada 29 November 1890. Pada tahun 1947, seiring kekalahan Jepang dan dijajahnya Jepang pada akhir Perang Dunia II, Konstitusi Meiji digantikan sebuah dokumen baru yang disebut "Konstitusi Jepang", yang mencoba menggantikan sistem kekaisaran dengan sejenis demokrasi liberal ala Barat.