Ninurta | |
---|---|
Dewa pertanian, perburuan dan perang | |
Kediaman | Kuil Eshumesha di Nippur sekarang bernama Kalhu, selama masa Asiria |
Planet | Saturnus |
Simbol | Bajak dan burung yang bertengger |
Kendaraan | Kadang-kadang terlihat mengendarai binatan buas dengan badan singa dan ekor kalajengking |
Sebagai Ninurta: Gula Sebagai Ninĝirsu: Bau | |
Orang tua | Biasanya Enlil dan Ninhursag, namun terkadang Enlil dan Ninlil |
Ninurta (disebut juga Ningirsu, Pabilsag dan dalam alkitab Nimrod) adalah dewa perang, dewa perburuan, dewa matahari, dewa pertanian dan dewa penguasa angin selatan bangsa Sumeria dan Akkadia.[1][2]
Dalam Bahasa Sumeria, Nin berarti dewa dan urta berarti bulir gandum.[3] Ninurta sering digambarkan sedang memegang busur dan panahnya serta pedang berbentuk sabit. Dia juga sering digambarkan sedang berdiri di punggung binatang yang tampak ganjil dengan badan singa dan ekor kalajengking yang sedang mengejar singa raksasa dengan ekor, kaki dan sayap burung.[4][5]
Ninurta pertama kali muncul dalam teks kuno pada awal millennium ketiga sebelum masehi (SM) sebagai dewa pertanian kota Girsu (dari sini juga asal nama lainnya Ningirsu atau dewa kota Girsu) dan kota Larak (dikenal dengan nama Pabilsag). Girsu dan Larak adalah bagian dari Sumeria.[1]
Ninurta adalah anak dari Enlil dan Ninhursag namun pada beberapa kisah, orangtuanya adalah Enlil dan Ninlil. Ninurta menikah dengan Gula, dewi penyembuhan (walaupun pada beberapa inskripsi, sebagai Ningirsu dai menikah dengan dewi Bau). Sekitar tahun 1500 SM, Ninurta masih sebagai dewa pertanian.[1][6]
Kekaisaran Asiria dan Neo-Asiria menggambarkan Ninurta sebagai putra Dewa Asur. Pada masa pemerintahan Ashurnasirpal II (884-859 SM), dibangun kuil Eshumesha yang besar dan ziggurat (bangunan besar pada masa Mesopotamia kuno) di kota baru Kalhu. Ninurta juga dipakai sebagai perlindungan dan bantuan untuk urusan militer oleh sejumlah kerajaan pada masa Mesopotamia kuno dari tahun 3300-612 SM saat kekaisaran Neo-Asiria akhirnya jatuh.[1][6]
Ninurta sebagai dewa perang telah disebutkan dalam Epos Anzû (dikenal juga dengan Penaklukan Zû) di mana burung Anzû mencuri Lempeng Takdir dari Enlil. Ninurta dibantu oleh Enki berhasil mengalahkan burung Anzû dan membawa lempeng takdir milik Enlil kembali ke Nippur.[6][7][8] Kisah tentang Ninurta juga disebut dalam puisi kepahlawanan Lugal-e. Diceritakan tentang pertempurannya melawan Asag yang dalam usahanya tersebut, membuat sistem irigasi sungai Tigris dan Eufrat, mempelajari cara membuat tanggul, menganalisa jenis batu dan fungsinya. Pada dasarnya puisi kepahlawanan ini menceritakan sifat petarung Ninurta dan kemampuannya sebagai dewa pertanian.[6][8][9]