Perbudakan |
---|
Perbudakaan adalah praktik yang umum dan merupakan bagian integral di Yunani kuno sepanjang sejarahnya, seperti halnya di masyarakat-masyarakat lainnya termasuk Israel kuno dan masyarakat Kristen awal.[2][3][4] Diperkirakan bahwa di Athena, sebagian besar warganya memiliki setidaknya satu orang budak. Kebanyakan penulis kuno berpendapat bahwa perbudakan tidak hanya alami tetapi juga perlu, meski begitu, beberapa debat tertutup mulai bermunculan, khususnya dalam dialog Sokrates sementara orang-orang Stoik melakukan pengutukan pertama terhadap perbudakan dalam sejarah.[4]
Untuk menyesuaikan dengan praktik historiografi, artikel ini hanya akan membahas perbudakan chattel (barang pribadi), yang berlawanan dengan kelompok budak semacam penestai di Thessalia atau helot di Sparta, yang lebih mirip budak Abad Pertengahan (peningkatan pada real estat). Budak chattel adalah seorang individu yang dilucuti kebebasannya dan dipaksa untuk mengabdi pada seorang pemilik yang boleh membeli, menjual, atau menyewakannya.
Studi perbudakan di Yunani kuno memiliki sejumlah masalah metodologi yang signifikan. Dokumentasinya terputus-putus dan sangat terpisah-pisah, hanya berfokus di kota Athena. Tidak ada risalah Yunani kuno yang khusus membahas masalah perbudakan. Pembelaan yudisial pada abad ke-4 SM hanya tertarik pada pebudakan sebagai sumber penghasilan. Komedi dan tragedi Yunani melambangkan stereotipe. Sementara ikonografi tidak memberi perbedaan substansial mengenai perbedaan antara budak dan pengrajin.