Pertambangan di Jepang adalah industri yang terus menurun secara drastis sejak tahun 1980-an. Letak geografis Jepang di zona subduksi menyebabkan Jepang memiliki sumber daya mineral yang kaya, tetapi hanya sedikit memiliki minyak bumi dan gas alam. Produk pertambangan seperti batu bara, emas, perak, perunggu, besi, dan seng dieksploitasi secara besar-besaran hingga dekade 1970-an. Semakin menipisnya persediaan sumber daya tambang yang diikuti penurunan mutu dan tingginya biaya operasi menjadikan industri pertambangan Jepang tidak lagi kompetitif. Produk pertambangan unggulan Jepang saat ini adalah batu gamping.
Produksi batu bara dalam negeri anjlok dari puncaknya 55 juta ton pada 1960 ke hampir lebih dari 16 juta ton pada 1985, sedangkan impor batu bara naik hingga sekitar 91 juta ton pada 1987. Perusahaan pertambangan batu bara dalam negeri harus bersaing dengan batu bara murah hasil impor dan biaya produksi batu bara dalam negeri yang tinggi. Puncaknya adalah defisit cadangan batu bara pada tahun 1980-an. Pada tahun 1980-an, hampir sekitar 1 juta ton cadangan batu bara Jepang sebagian besar digunakan untuk batu arang. Sebagian besar batu bara yang dikonsumsi Jepang merupakan bahan bakar bagi pembangkit listrik.