Sengketa Karang Liancourt adalah suatu sengketa wilayah antara Korea Selatan dan Jepang. Kedua negara[1][2][3][4] menyatakan kedaulatan atas Karang Liancourt, sebuah gugusan kelompok pulau-pulau kecil di Laut Jepang[5] yang disebut sebagai "Dokdo" (Hangul: 독도; Hanja: 獨島) dalam bahasa Korea dan "Takeshima" (竹島 ) dalam bahasa Jepang. Korea Utara juga menyatakan kedaulatan atas kepulauan tersebut.[6]
Karang Liancourt telah dikelola oleh Korea Selatan sejak tahun 1954 oleh Penjaga Pantai Korea.[7] Tindakan ini diambil setelah Amerika Serikat menyatakan dalam dokumen Rusk bahwa klaim Jepang terhadap Karang Liancourt tidak akan dilepaskan dalam traktat damai mereka dengan Jepang. Pada tahun 1954, Jepang mengusulkan sebuah rekomendasi kepada Mahkamah Internasional, yang ditolak oleh Korea Selatan, menyakini bahwa Karang Liancourt adalah wilayah Korea Selatan yang tak terbantahkan, dan dengan demikian tidak bisa ditangani melalui perundingan diplomatik atau penyelesaian yudisial antara Korea Selatan dan Jepang.[8]
Terdapat interpretasi yang saling bertentangan mengenai status kedaulatan historis atas pulau-pulau kecil itu. Klaim Korea sebagian berdasarkan referensi pada sebuah pulau Korea yang disebut Usan-do dalam berbagai catatan sejarah, peta dan ensiklopedia seperti Samguk Sagi, Catatan Sahih Dinasti Joseon, Dongguk Yeoji Seungnam (Hangul: 동국여지승람; Hanja: 東國輿地勝覧), dan Dongguk munheon bigo (Hangul: 동국문헌비고; Hanja: 東國文獻備考). Menurut pandangan Korea, ini mengacu pada Karang Liancourt saat ini, sementara para peneliti dokumen-dokumen ini dari Jepang telah menyatakan bahwa berbagai referensi untuk Usan-do mengacu pada waktu yang berbeda untuk Jukdo, pulau tetangganya Ulleungdo, atau pulau yang tidak ada antara Ulleungdo dan Korea.[9]
Para peneliti tidak setuju mengenai siapa yang pertama memiliki penguasaan administratif atas pulau-pulau kecil ini karena ambiguitas dalam catatan sejarah awal dan peta, sebagian karena perubahan nama-nama pulau di kawasan tersebut selama bertahun-tahun.