Dalam estetika tradisional Jepang, wabi-sabi (Jepang: 侘寂) merupakan sebuah pandangan dunia yang terpusat pada penerimaan terhadap kefanaan dan ketidaksempurnaan. Estetika tersebut kadang-kadang dijelaskan sebagai salah satu keindahan yang tak sempurna, tak kekal, dan tak lengkap. Prinsip wabi-sabi pertama kali muncul pada masa Dinasti Song, dan dipopulerkan oleh Sen no Rikyū pada zaman Muromachi. Rikyū adalah orang pertama yang menerapkan estetika wabi-sabi dalam berbagai bentuk kesenian Jepang, seperti upacara minum teh Jepang serta ikebana (kesenian merangkai bunga).
Estetika wabi-sabi berlandaskan filosofi Zen, yang dibawa ke Jepang oleh biksu Zen Eisai pada abad ke-12. Kegiatan upacara minum teh menjadi salah satu elemen terpenting dalam wabi-sabi. Upacara ini pertama kali diformalisasikan pada zaman Kamakura, dan disebarkan oleh Ikkyū dan dipopulerkan oleh Sen no Rikyū.